The Future of Mulawarman University
Kalimantan
Timur (Kaltim) memiliki kampus yang ternama yaitu Universitas Mulawarman
(Unmul). Unmul sebagai inisiator gerakan di Kaltim tapi tak lepas dari stimulun
organisasi eksternal kampus yang mempengaruhi. Berdirinya Keluarga Mahasiswa
(KM) sejak pada tanggal 24 Juni 2001, artinya KM Unmul sudah 18 tahun berdiri tapi
belum memberikan kedewasaan berpolitik.
Hal
ini ditandai adanya ruang tertutup dari kalangan elit kampus sehingga berdampak
pada gerakan yang ada di kampus. Pemikiran hegemoni secara parsial menganggap
semua ini musuh, yang seharusnya sebagai lawan bepikir dalam berdemokrasi. Jika
ada kader yang bertemu dengan lawan berpikir maka dianggap “munafik”.
Ini
pemikiran yang kurang tepat, karena demokrasi itu menjaga persatuan berpikir
bukan selalu menganggap lawan berpikir itu “salah”. Bukti nyata organisasi
ekstra kampus tidak pernah bersatu dalam gerakan parlemen jalan dan mereka
saling eksis mengawal isu.
Gerakan
secara parsial tidak pernah salah, yang salah hanya cara berpikir belum dewasa.
Sekarang ini (2019) dampak dari demokrasi kampus yang kurang dalam mengelola
dalam pemerintahan mahasiswa (student goverment), menyebabkan minim public figure
yang ditelaah untuk generasi selanjutnya.
Demokrasi
kampus menghasilkan pemira yang kurang berkualitas, sebagaimana dalam perolehan
suara pemira yang tak pernah meningkat secara signifikan dan selalu tercatat
sebuah peristiwa kelam sejak tahun 2013-2018 dengan menghasilkan luka
psikologis yang tak berdarah.
Kenapa
demikian? Karena pemimpin yang kurang memanajemen ideologi kampus. Teladan
dialog politis pun tidak diberikan kepada seluruh mahasiswa. Jangan heran saat
ini, kampus banyak yang lesu dalam parlemen jalanan.
Saya
akan memberikan analisa terhadap student goverment dari gagasan senior Unmul
yang pernah digaungkan terhadap KM Unmul. Pertama, tentang membangun masa depan
Unmul; dan kedua, menyadarkan dalam berpikir untuk kedewasaan berpolitik di
kampus.
Dalam
membangun masa depan Unmul perlu adanya mimpi yang besar dengan pemikiran
besar. Hal ini pernah terjadi dengan usulan salah satu dosen Fakultas Hukum
untuk mengadakan “Rembuk Aktivis Kampus” yang diadakan di GOR 27 SEPTEMBER
dengan tujuan membangun arah demokrasi masa depan student government dalam
mengelola kampus. Ini pemikiran yang spektakuler untuk menyiapkan mahasiswa
menjadi generasi pemimpin (Iron Stocke).
Refrensi
dalam megelola kampus sangat banyak yang bisa dikunjungi secara fisik maupun
nonn fisik, seperti Universiras Gajah Mada, Institut Pertanian Bogor,
Universitas Brawijaya, Universitas Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta, dan
masih ada yang lain. Regional Kalimantan, ada salah satu kampus yang pernah
berkunjung ke Universiras Gajah Mada, yaitu Universitas Tanjung Pura Pontianak (Untan).
Hasil dari kujungann tersebut, Untan menerapkan student government dengan mesin
politk partai mahasiswa karena iklim demokrasinya komprehensif dengan kampus di
UGM.
Bukan
mengarahkan Unmul untuk menerapkan system partai mahasiswa, tapi mengarahkan
Unmul untuk study banding pemikiran. Tak perlu datang jika biaya mahal,
sekarang bisa diskusi online atau mencari website tentang kampus yang mau
dikunjungi. Heran saja, kadang gagasan yang pernah digaungkan oleh senior kampus
yang akhirnya terputus begitu saja oleh junior, tanpa melanjutkan untuk aksi
nyata.
Semua
demi demokrasi kampus bisa ditempuh dengan memurnikan konstitusi KM Unmul.
Aturan tertulis harus dikonstruktif dalam mengatur student government. KM
Unmul saja sangat lucu, nomenklatur (penamaan sebuah lembaga) kelembagaa tidak
jelas secara struktur, apalagi kita berbicara tentang bagan kelembagaan kampus.
Konstitusi
bisa merubah pengelolaan sumber daya mahasiswa yang begitu banyak, ketika
aturan itu memuat konsep kemahasiswaan bukan konsep suara parsial saja tanpa
representative suara mahasiswa per fakultas.
Tatanan
pertama yang harus diubah adalah system pemilihan Anggota Dewan dengan system
pemilihan raya dari setiap fakultas yang telah ditentukan jumlah kursi per
fakultas, idealnya 5-10 kursi setiap fakultas dan/atau menyesuaikan rasio
jumlah mahasiswa. Kenapa demikian? Karena proporsionalnya kelembagaan memang
harus banyak agar sumber daya mahasiswa yang banyak akan memudahkan dalam
membagi tugas anggota dewan.
Berikut
argumentative mengapa anggota dewan yang harus diubah sebagai berikut:
- Dewan Perwakilan Mahasiswa harus dipimpin oleh pemimpin yang mau memimpin seluruh aspirasi mahasiswa.
- Sumber daya mahasiswa dengan system pemira akan memilih anggota dewan yang berkualitas, artinya calon anggota legislative sudah mempunyai visi dan misi serta program kerja yang siap diuji oleh public.
- Secara bahasa kias, Dewan Perwakilan Mahasiswa itu sebagai Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Yudisial. Lembaga yang mempunyai fungsi komplek, tapi sayang tak berfungsi dengan sebagaimana mestinya.
“Berdasarkan argumentatif di atas, maka idealnya
Dewan Perwakilan Mahasiswa diisi oleh sumber daya mahasiswa yang mau belajar
ilmu hukum dan tata kelola pemerintahan mahasiswa dengan mengacu asas-asas
Republik Indonesia.”
Tatanan
kedua yang harus diubah adalah mengadopsi regulasi dari berbagai kampus yang
telah disebutkan sebelumnya, sehingga menjadi undang-undang yang komprehensif
yang sesuai dengan KM Unmul. Student goverment yang ideal bisa dilihat dari
sebuah konstitusi yang mampu mengelola sumber daya mahasiswa.
Tatanan
ketiga yang harus diubah adalah pengembangan berpikir dalam menjalankan
regulasi yang ada. Klause berpikir mahasiswa saat ini mengalami degradasi
disebabkan kesibukan akademik. Hal ini tidak bisa dipungkiri, kesibukan membuat
jenuh dalam berpikir, apalagi memikirkan organisasi terus-menerus. Langkah
preventif mengatasi masalah ini adalah dengan menerapkan triologi kampus (Membaca,
Diskusi, dan Menulis).
Ketiga
tatanan tersebuut bisa dicapai apabila aliansi mahasiswa bergerak aktif
memperjuangkannya. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan sempat hadir aliansi
mahasiswa seperti partai mahasiswa. Partai mahasiswa sebagai mesin politik untuk
mencapai piramida kekuasaan. Sisi positif adanya partai mahasiswa akan
banyak pemimpin yang hadir (future of leader).
Jika
tatanan di atas tidak diubah maka bersiaplah, “kita akan menciptakan pemimpin organisasi saja tanpa
menciptakan pemimpin yang visioner”.
Ingatlah…! Kesadaran berpikir membuat demokrasi semakin sehat.
Best Regards, Penulis Muda
Najar Ruddin Nur R
Komentar
Posting Komentar